Jangan Jadikan Mulut(mu) sebagai Harimau(mu)

18:55:00 It's Leblung 0 Comments

Beberapa minggu lalu saya menemui seorang teman lama. Kami memang tidak terlalu dekat, tapi bercengkrama apa saja dengannya selalu terasa nyaman. Perempuan berdarah Batak ini berwawasan luas, supel, dan bisa dibilang cantik. Dengan kecerdasannya itu, tidak sedikit prestasi yang ia raih. Bahkan sekalipun sudah menginjak dunia kerja. Ahh, pasti banyak teman yang iri padamu (termasuk saya sih). 

Obrolan di kedai kecil sehabis shalat tarawih itu dibuka dengan cerita tentang pekerjaan masing-masing. Saya yang hanya "mahasiswi semester 4*" di tempat kerja saya tak bisa bercerita banyak kecuali estimasi yang kadang meleset, beberapa transaksi yang belum saya pahami, dan berbagai kendala lain saat memaksimalkan kucuran dana dari kantor pusat. Sedangkan ia yang mengambil bagian marketing di sebuah perusahaan telekomunikasi, lancar menceritakan banyak hal seru yang ia alami. Bagaimana ia membuat strategi a, b, c, d agar penjualan mencapai target, bagaimana ia mengontrol para rekanan agar tetap semangat mencapai visi mereka bersama, bagaimana ia menghandle sebuah event besar saat launching product baru, dan banyak lagi. Wah.

Obrolan dilanjutkan dengan pertanyaan,
"Kamu gak mulai wirausaha lagi, Lai?"
"Mm. Entahlah. Saya gak yakin sih bisa jadi karyawan seumur hidup. Lebih seru utik-utik kain,bikin boneka, nge-cat, bikin dompet, atau yang paling baru aku pengen tuh bikin kue. Cake-cake yang lembut gitu. Aku pernah cerita kan punya mimpi pengen bikin pastry corner? Lantai satu buat mini cakeshop-nya, lantai 2 buat workshop craft. Tapi ya itu, selalu sulit untuk membuat langkah pertama."
"Bagus itu. Bikin-lah."
"Mm. Aku masih binggung sebenernya. Semua aku suka, jadi gak fokus. Dan berakhir malah gak mulai-mulai. Mas Pacar suka ngomel tuh karena gemes aku do nothing sama mimpiku. Hhe.."
"Hahaha. Trus jadinya sekarang fokus kerja?"
"Nggak sih. Baru mulai utik-utik kain, udah segambreng noh kain katun di kosan. Lengkap sama resleting dan pernak-perniknya. Eh, ibu gak mau kirim mesin jahit. Katanya takut aku begadang mulu kalo udah ketemu mesin jahit. Tapi sekarang yang diutik bukan kain katun sih. Hhi. Ada gitu dehh."
"Hoo. Semangat-semangat. Asal inget aja Lai, ada 3 hal yang perlu kamu perhatikan untuk menjalankan bisnis :
1. Added value yang kamu tawarkan, jadi apa keunggulan produkmu dari produk sejenis
2. Bangun partnership dengan pengusaha lain jadi bisa saling back up untuk promosi
3. Marketing strategi, ada baiknya kalau kamu punya cara marketing yang gak biasa. Kayak Maicih di awal-awal tuh.
Bisalah kamu!"

"Hoho, i'll note it, Sista!"

Nah, itu satu part yang saya note dengan sangat baik. Hhe. Lalu obrolan selanjutnya beralih ke masalah pribadi, bukan rumpi cewek kalo tanpa melibatkan topik satu itu.
"Jadi, sekarang deket sama siapa? terakhir aku denger dari Yayan, kamu deket sama Andri setelah pdkt sama Ical, Bagas, dan Iman kelar."
"Hhe. Iya. Sama yang lain masih berhubungan baik sih. Cuma udah gak wasapan, bbm-an dan lain-lain. Eh, gimana rasanya jadi pengantin baru?"
"Nothing change. Sama aja kayak pacaran dah. Kan jauh juga dia-nya."
"Katanya kalo habis menikah cowok jadi lebih perhatian gitu."
"Hhe. Lebih perhatian gak yaaa. No comment deh. Ntar juga ngerasain."
"Trus-trus, mm. Sebenernya aku penasaran ini dari dulu, kok bisa sih dalam waktu yang singkat gitu pindah ke lain hati? udah 4 loh, Rin!"

"Hhe. Mm. Nggak sih Lai. Aku gak suka sebenernya sama mereka."

"Cheongmalyooo?** Beneran? Lha kok bisa deket gitu kalo gak suka?"

"Aku sukanya sama Bagas. Suka beneran karena dia pinter, baik, agamanya baik. Cocoklah kalo jadi imam. Aku suka tukar pikiran sama Bagas. Nyambung. Apalagi background pendidikan dia bagus. Pengalamannya banyak."

"Lha trus yang tiga itu gimana? gagal paham dah aku."

"Iya. Suka sama Bagas, cuma kayaknya dia gak suka aku. Jadi yaudah. Aku coba deket sama yang lain. Kalo ke yang lain sih suka sekedarnya aja. Gak suka beneran."

"Wait. Aku belum paham. Trus ngapain kalo gak suka beneran deket-deket?"

"Ya. You knowlah mulutnya orang-orang. Di usia 25 tahun gak punya cowok, dibilang gak laku-lah, sok jual mahal-lah, dikutuk jadi perawan tua-lah, lesbi-lah. Bosen dengernya. Padahal sebenernya itu bukan masalah buatku. Aku masih pengen kejar karir, Lai. Sama kayak Bagas, dia 28 tahun, tapi masih mau berprestasi dulu. Senengin orang tua dulu. Makanya aku ngerasa cocok sama dia. Pokoknya sukanya sama Bagas dah. Pinter."

"Jadi deket-deket cowok buat apa?"

"Gini, kalo kamu cewek usia 25 tahun belum menikah atau minimal punya pacar, udah kayak jadi sasaran empuk buat dihina-hina. Padahal kami nggak masalah buat itu. Kami punya prioritas lain. Awalnya fine, aku masih bisa ketawa dengerinnya, tapi lama-lama capek Lai. Makanya aku kayak semangat deketin cowok. Bukan karena apa-apa. Bukan karena pengen punya pacar apalagi pengen menikah. Aku cuma pengen buktiin ke mereka kalo aku nggak sejelek omongan mereka."

Saya tercengang. Otak terasa hang sekejap.
"Jadi, ini karena omongan orang-orang?"
"Ya."

Roll memori saya langsung berputar cepat. Mencari satu momen dimana saya mengetahui hal yang sama. Ah ya. Itu. Sebuah artikel berjudul, "Mind Your Own Womb." Tulisan keren milik Nadirah Angail. Artikel yang pernah dimuat di Huffington Post itu menceritakan berbagai kondisi wanita terkait dengan kehamilannya dan bagaimana tanggapan lingkungan sekitar memainkan emosinya. Berikut saya kutip beberapa paragraf;

Somewhere there is a woman: 30, no children. People ask her, “Still no kids?” Her response varies from day to day, but it usually includes forced smiles and restraint.
“Nope, not yet,” she says with a chuckle, muffling her frustration.
“Well, don’t wait forever. That clock is ticking, ya know,” the sage says before departing, happy with herself for imparting such erudite wisdom. The sage leaves. The woman holds her smile. Alone, she cries…

Cries because she’s been pregnant 4 times and miscarried every one. Cries because she started trying for a baby on her wedding night, and that was 5 years ago. Cries because her husband has an ex-wife and she has given him children. Cries because she wants desperately to try in vitro but can’t even afford the deposit. Cries because she’s done in vitro (multiple rounds) and still has no children. Cries because her best friend wouldn’t be a surrogate. “It would be too weird,” she said. Cries because her medication prevents pregnancy. Cries because this issue causes friction in her marriage. Cries because the doctor said she’s fine, but deep inside she knows it’s her. Cries because her husband blames himself, and that guilt makes him a hard person to live with. Cries because all her sisters have children. Cries because one of her sisters didn’t even want children. Cries because her best friend is pregnant. Cries because she got invited to another baby shower. Cries because her mother keeps asking, “Girl, what are you waiting on?” Cries because her in-laws want to be grandparents. Cries because her neighbor has twins and treats them like shit. Cries because 16-year-olds get pregnant without trying. Cries because she’s an amazing aunt. Cries because she’s already picked out names. Cries because there’s an empty room in her house. Cries because there is an empty space in her body. Cries because she has so much to offer. Cries because he’d be a great dad. Cries because she’d be a great mother, but isn’t.

Jikalau Nadirah Angail menceritakan bagaimana celetukan-celetukan orang di sekitar melukai hati seseorang, maka kali ini saya menemui hal yang lebih ekstrim. Celetukan-celetukan, bully-an - bully-an yang kadang kita anggap sederhana ternyata bisa berdampak besar bagi kehidupan seseorang. Rekan saya adalah bukti otentik bahwa celetukan orang bisa mengubah tujuan hidup.

Yapp. Bukankah hati ibarat batu? Apabila terus menerus dialiri air meski setetes demi setetes, akan berubah bentuk pula pada akhirnya. Maka, jika kamu adalah orang-orang yang hobi mengatakan ini;
"Lesbi lo ya? dari dulu gak pernah deket sama cowok!"
"Cemen lu. deketin cewek aja gak mampu."
"Eh homo!"
"Eh bujang lapuk!"
"Truk aja gandengan, nah elu? sendirian mulu perasaan."
dan berbagai celetukan lainnya. Guys, meski bercanda, meski sambil ketawa, ucapan-ucapan itu tetap membekas di hati. Kalo cuma dianggap lalu sih gak papa, tapi hati orang siapa yang tau? kalo sampe merubah tujuan hidup bisa berabe euyyy.

Sumber : www.coolingtime.devianart.com


Jadi, mari menjaga mulut kita dari celetukan-celetukan buruk itu! ^.^

*Pekerjaan saya mengolah data anggaran menggunakan Excel, jadilah kami biasa menyebutnya kuliah untuk mendapat gelar SE alias Sarjana Excel. hhe..
** Cheongmalyooo = sungguh? - bahasa korea

You Might Also Like

0 komentar: