Mencari Suaka dari Bencana Kelaparan Part 1

12:33:00 It's Leblung 0 Comments

Sejak bulan Maret 2015 yang lalu, saya resmi terdampar di sebuah kota kecil bernama Purwakarta. Salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang kini tengah sibuk bersolek untuk mewujudkan mimpi sebagai kota seribu patung.

Bicara urusan perut dan lidah, saya sendiri yang berlidah Jawa Timur ini tentu terkena gegar lidah (gegar budaya : terkejut akibat perubahan budaya yang diterima, gegar lidah adalah istilah ketika terkejut akibat barang-barang yang masuk di lidah terasa jauh berbeda). Di kampung halaman saya di Jawa Timur sana, saya biasa dijejali dengan masakan dengan bumbu rempah yang melimpah. Tidak sekuat rasa rempah masakan orang Sumatra memang, tapi cukup untuk membuat si pemilik lidah merasakan citarasa yang pas. Paduan antara manis, asin, pedas, gurih, segar, dan asam di waktu yang bersamaan.

Sedangkan di Jawa Barat, Purwakarta khususnya (tempat tinggal saya sekarang), masakan disini cenderung mengutamakan citarasa asin dan pedas. Tak luput saya yang pecinta manis dan rada sulit menerima pedas sedikit kesulitan menemukan tempat makan yahud di sini (maklum anak kos, nyarinya yang siap makan aja, biar praktis). Kalo kamu berkesempatan untuk mampir ke kota ini (Purwakarta), kamu akan menemukan jajaran penjual Nasi Goreng, Kupat Tahu, Bakso, dan Bubur Ayam di sepanjang jalan kenangan, eh, sepanjang jalan utama maksudnya. Nah kalo saya kos di sini untuk waktu yang lama, masa iya saya cuma makan 4 jenis masakan itu? Atau paling nggak pindah ke Warteg, yang lagi-lagi tetap mengutamakan citarasa asin dan pedas. Wait, tak perlu bimbang kawan. Saya sudah menemukan suaka baru untuk mengatasi kegalauan lidah saya (lidah orang Jawa Timur) serta menyelamatkan perut dari bencana kelaparan. Tempat makan itu bernama “Pondok Hijau”.

PONDOK HIJAU
Jangan mengira yang dijual adalah sayur-sayur mentah apalagi rumput ya, "loe kira gue kambing apa?". Nama tempat ini mewakili semua perabotannya yang berwarna hijau, gaes. Mulai dari piring, gelas, hingga cat tembok dan spanduknya. Ini nih penampakan Pondok Hijau (tampak depan) :
Rumah makan ini berada di Jalan Veteran Nomor 222, Purwakarta. Kalo kamu dari arah Pintu Masuk Tol Sadang, rumah makan ini berjarak 1,5 km ke arah pusat kota. Tepat di samping kiri Bengkel Auto 2000.

Rumah makan yang berdiri sejak tahun 2000 ini terdiri atas 2 pilihan tempat makan, yaitu di bagian dalam dan bagian luar rumah makan. Kali ini saya hanya akan mengulas bagian luar. Karena saya memang pelanggan setia bagian luar dan belum pernah sekalipun tertarik makan di bagian dalam. Konon kata si Aa’ waitress, bagian dalam menyajikan aneka makanan khas Sunda dan terdapat pilihan nasi putih biasa. Sedangkan bagian luar berfokus pada nasi uduk.

MENU di PONDOK HIJAU
Apa aja sih menunya? Niih.





Makanan :
  1. Nasi uduk yang dibungkus rapi dengan daun pisang.
  2. Opor ayam dengan kuah santan yang kental.
  3. Ayam goreng kampung. Ini menu andalah rumah makan ini. Digoreng kering dengan  bumbu gurih yang meresap hingga ke dalam.
  4. Rempela ati dan kepala ayam goreng.
  5. Gulai rendang yang empuk dan gurih.
  6. Sayur tahu dengan kuah manis pedas yang menggoda.
  7. Semur jengkol. No comment. Saya belum pernah makan jengkol dan belum ingin mencoba.
  8. Telur balado. Dari penampakannya sih, pedas manis begitu.
  9. Perkedel kentang yang dibentuk bulat pipih macam irisan jengkol.
  10. Risoles atau samosa isi kentang yang crunchy.
  11. Dadar jagung manis.

Minuman :
  1. Es / Jeruk hangat
  2. Es / Teh Manis hangat

Dan tidak ketinggalan, 2 jenis sambal khas yang menggoda, sambal tomat dan sambal buthek. Itu penamaan saya sendiri ya. Sambal tomat ini memang disajikan dengan irisan tomat yang masih utuh. Tidak terlalu pedas dan cenderung manis. Sehingga ketika di mulut rasanya akan segar menggoda. Aiiih.

Sedangkan sambal buthek adalah sambal pedasnya, kuah sambal ini buthek (keruh) dengan banyak ulekan cabai dan tomat di bagian dasar wadahnya. Kedua sambal tersebut gratis kok, seperti halnya teh tawar hangat dan air putih, jadi kamu bisa ambil sepuasnya (asal gak malu aja sama si Aa’-nya kalo ambil banyak-banyak. Wkwkwk).

MENU FAVORIT
Lalu, lauk apa yang menjadi favorit saya? Masa iya makannya nasi sama sambal doang?
Nah. Itu menu favorit saya, 2 bungkus nasi uduk hangat yang beraroma wangi karena dibungkus daun pisang segar, ditemani dadar jagung manis yang kering di luar namun manis dan sedap di lidah, serta opor ayam berkuah santan kental yang gurih. Jangan lupa tambahkan sambal tomat (lihat irisan tomat di samping dadar jagung) dan sambal buthek (lihat di sebelah sambal tomat). Bagi saya, perpaduan ini pas. Asin, gurih, manis, dan segar jadi berkumpul jadi satu. Dan untuk menutup makan nikmat di sore hari itu, saya memilih untuk meneguk Es Jeruk.

HARGA
Bagaimana dengan harga? Makanan di bagian luar ini berkisar antara 1.000 hingga 13.000 rupiah. 1.000 untuk gorengan (dadar jagung, risoles, dan perkedel), 13.000 untuk ayam goreng. Lhoh? Bukannya gulai rendang lebih mahal ya? Tidak kawan. Gulai rendang hanya dibanderol 10.000 rupiah. Dan karena menu andalannya adalah ayam kampung goreng, jadilah ia menjadi komoditas paling mahal di tempat makan ini.

Oh ya, bagian luar rumah makan ini buka di sore hari, sekitar pukul 16.00 WIB hingga masakan habis. Jadi, menunggu apalagi untuk mencobanya?

You Might Also Like

0 komentar: