Menghentikan Memori Tentangmu (?)
Sore ini senja membeku. Hujan yang mengguyur seisi kota sejak tadi pagi tak juga reda. Di sudut-sudut kota terlihat manusia-manusia menggigil melawan suhu tubuh mereka sendiri. Anak-anak pemilik payung warna-warni masih berlarian kesana kemari dengan mengenggam harap bahwa hujan kali ini akan membuat kantong mereka lebih berat dari hari kemarin. Saya, memilih duduk di sebuah kedai sederhana milik Pak Timor. Bapak yang berusia hampir 2,5 kali usiaku namun masih terus bersemangat melawan tubuh yang mulai renta. Senyumnya yang ramah membuat siapa saja betah duduk berlama-lama di sini. Sama sepertiku yang setia mengunjunginya minimal dua minggu sekali jika jadwal meeting dan target produksi tak harus membuatku duduk lebih dari 10 jam di kantor.
Kedai “Rindu” namanya. Satu waktu sang bapak berdarah Jawa Sunda itu mengisahkan pada kami mengapa beliau memilih kata “Rindu” untuk dipajang di plang kayu tua yang dicat coklat muda dan berhias beberapa tangkai bunga dahlia yang rutin beliau ganti tiap hari. “Minum teh ditemani pisang madu adalah favorit Ibu dan Bapak semenjak muda. Tiap sore hari, Ibu menyajikannya untuk menemani Bapak melepas penat sehabis menguras tenaga mencari berita. Ibu membuatnya dengan penuh cinta. Sehingga bisa dipastikan Bapak akan rindu jika ia tak membuatnya. Dan Bapak ingin kalian juga merasakan cinta yang membuat rindu itu. Bapak rasa makanan adalah penyampaian cinta yang paling sederhana. Ia dapat dirasakan dengan mudah oleh tiap orang dengan berbagai jenis kepribadian.” Di waktu yang lain Pak Timor menambahkan kisahnya, “Dengan makanan ini, Bapak ingin tetap merasakan cinta Ibu.” Ya, Ibu Laksmi meninggal saat usia 52 tahun, tepat saat kedai sederhana yang selalu ramai itu genap berusia 5 tahun. Bapak yang memilih pensiun dini dari pekerjaannya untuk membangun kedai itu bersama ibu, memilih tetap meneruskan usahanya sembari tetap aktif menulis opini untuk berbagai surat kabar. “Biar cinta yang menjadikan rindu tetap tumbuh, awalnya. Tapi setelah ibu pergi, biar rindu itu tetap menggelorakan cinta.” Bapak tersenyum mengakhiri kisahnya. Menepuk bahu kami kemudian berlalu untuk menyapa pengunjung yang lain.
Sore ini, rindu itu tengah membabat habis energiku. Masih kuingat derap langkahmu yang berirama sama saat memasuki kedai ini. Kau akan berhenti sejenak tepat satu meter setelah pintu masuk untuk sekadar menyapa Mbak Ifah, waitress sekaligus juru masak kedai ini. Masih kuingat tiap inch wajahmu yang tak pernah tersaji tanpa senyum itu. Masih kuingat segalanya tentangmu. Pun ekspresi dimana tepat 1 tahun lalu kau akhirnya mengatakan hal yang kutakutkan sedari dulu, “Aku cukup berjuang untukmu, Lil. Mungkin saatnya kita berjalan sendiri ke tujuan kita masing-masing.”
Sore ini, aku merindukanmu. Kuharap kau muncul dari pintu itu, dengan senyum dan energi yang sama seperti setahun lalu. Tiga jam aku menunggumu. Tapi tak ada. Hanya memori tentangmu yang menggelayut manja.
Kedai “Rindu” namanya. Satu waktu sang bapak berdarah Jawa Sunda itu mengisahkan pada kami mengapa beliau memilih kata “Rindu” untuk dipajang di plang kayu tua yang dicat coklat muda dan berhias beberapa tangkai bunga dahlia yang rutin beliau ganti tiap hari. “Minum teh ditemani pisang madu adalah favorit Ibu dan Bapak semenjak muda. Tiap sore hari, Ibu menyajikannya untuk menemani Bapak melepas penat sehabis menguras tenaga mencari berita. Ibu membuatnya dengan penuh cinta. Sehingga bisa dipastikan Bapak akan rindu jika ia tak membuatnya. Dan Bapak ingin kalian juga merasakan cinta yang membuat rindu itu. Bapak rasa makanan adalah penyampaian cinta yang paling sederhana. Ia dapat dirasakan dengan mudah oleh tiap orang dengan berbagai jenis kepribadian.” Di waktu yang lain Pak Timor menambahkan kisahnya, “Dengan makanan ini, Bapak ingin tetap merasakan cinta Ibu.” Ya, Ibu Laksmi meninggal saat usia 52 tahun, tepat saat kedai sederhana yang selalu ramai itu genap berusia 5 tahun. Bapak yang memilih pensiun dini dari pekerjaannya untuk membangun kedai itu bersama ibu, memilih tetap meneruskan usahanya sembari tetap aktif menulis opini untuk berbagai surat kabar. “Biar cinta yang menjadikan rindu tetap tumbuh, awalnya. Tapi setelah ibu pergi, biar rindu itu tetap menggelorakan cinta.” Bapak tersenyum mengakhiri kisahnya. Menepuk bahu kami kemudian berlalu untuk menyapa pengunjung yang lain.
Sore ini, rindu itu tengah membabat habis energiku. Masih kuingat derap langkahmu yang berirama sama saat memasuki kedai ini. Kau akan berhenti sejenak tepat satu meter setelah pintu masuk untuk sekadar menyapa Mbak Ifah, waitress sekaligus juru masak kedai ini. Masih kuingat tiap inch wajahmu yang tak pernah tersaji tanpa senyum itu. Masih kuingat segalanya tentangmu. Pun ekspresi dimana tepat 1 tahun lalu kau akhirnya mengatakan hal yang kutakutkan sedari dulu, “Aku cukup berjuang untukmu, Lil. Mungkin saatnya kita berjalan sendiri ke tujuan kita masing-masing.”
Sore ini, aku merindukanmu. Kuharap kau muncul dari pintu itu, dengan senyum dan energi yang sama seperti setahun lalu. Tiga jam aku menunggumu. Tapi tak ada. Hanya memori tentangmu yang menggelayut manja.
Move on atau mengalihkan pikiran dan perasaan dari dia yang telah
menemanimu hari-harimu memang bukan suatu hal yang mudah. Apalagi jika
kebersamaan kalian telah melewati batas bulan alias sudah bertahun-tahun
lamanya. Bukan suatu hal yang dipungkiri bahwa setiap tempat, setiap benda,
setiap makanan dan minuman, bahkan setiap kebiasaan-kebiasaan kecil yang biasa
kalian lakukan bersama membuat proses melupakan menjadi sangat sulit dilakukan.
Sudah hampir lupa, eh seorang teman mengajak ketemuan di kafe tempat kalian
biasa nongkrong. Memori indah saat bersama si dia di kafe tersebut pasti
langsung memenuhi udara di sekitarmu. Membuat dadamu terasa sesak karena hal
itu kini tak lagi bisa diulang. Sudah hampir lupa, eh dia posting makanan yang
sering kalian santap seru berdua dengan caption yang bikin hati jedag-jedug
kembali, “Dulu suka makan ini sambil ketawa-ketiwi bahas tugas kuliah bareng.” Hancur
lebur sudah semua daya upaya.
Move on, mengalihkan pikiran dan perasaan, melupakan rasa sayang untuk
si dia barangkali memerlukan waktu yang tidak sedikit bagi sebagian orang. Ada yang
cukup beberap bulan, ada yang bahkan sampai bertahun-tahun. Lalu bagaimana
menyikapi hal ini?
1.
Berdamailah dengan masa lalu
Berdamai dengan masa lalu berarti menyadarkan diri bahwa di
masa ini kalian telah memilih untuk tidak lagi bersama. Biarkan ia tetap di
situ, tersimpan rapi di kotak kenangan. Proses ini memang cukup sulit apalagi
jika perpisahan hanya diinginkan oleh salah satu pihak dan bukan merupakan
kesepakatan bersama. Rasa untuk kembali dan memperbaiki diri agar si dya mau
berbalik arah tentu akan muncul sekali dua kali. Tapi cobalah yakinkan dirimu
bahwa kisah kalian memang sudah berakhir dan begitulah adanya.
2.
Tuliskan semua tentangnya
Kadang menyimpan memori dalam hati hanya membuat dadamu
terasa sesak dan emosi meletup-letup. Tuliskan. Biarkan ia mengendap pada
lembar-lembar kosong tak bernyawa itu. Tuliskan apa yang kau sukai darinya. Tuliskan
apa yang tidak kau sukai darinya. Tuliskan momen bersamanya baik momen seru,
menyenangkan, menyedihkan, atau bahkan bila perlu tuliskan momen saat kalian
berada di puncak kemarahan. Menuliskan segala hal tentangnya akan meringankan
hati dan pikiran kalian. Sebab terkadang, kita hanya perlu bercerita tanpa
solusi. Kadang, kita hanya perlu mengungkapkan apa yang ada di hati.
3.
Perbanyak aktifitas bersama teman-teman
Pengalihan pikiran paling ampuh adalah dengan memperbanyak
aktifitas. Sebisa mungkin perbanyak aktifitas menyenangkan bersama teman-teman.
Hal ini dilakukan untuk memacu horomon endorfin atau hormon kebahagiaan untuk
diproduksi sehingga hari-hari mellow yellow akan segera meninggalkanmu. Sekali dua
kali akan terasa wajar jika kalian kembali mengingatnya. Tapi jangan lupa
berhenti dan kembali menyibukkan diri agar tak lagi terpuruk dalam kesedihan.
4.
Jika kau temui orang baru, pastikan ia bukan
hanya sekadar penggembira harimu
Satu waktu, pasti akan ada orang baru yang mencoba mengisi
hari-harimu. Menyemangati tiap hal yang kamu lakukan, berusaha sekuat tenaga
mencerahkan hari-harimu. Jika seseorang seperti ini datang, seseorang yang
tulus memberikan hatinya untukmu datang, jangan langsung kamu terima. Bisa jadi
ia hanya penggembira sesaat yang kamu perlukan. Atau dengan kata lain, si orang
baru adalah pelarian dari rasa luka yang ditimbulkan si mantan. Yang perlu kamu
lakukan adalah berpikir ulang, berpikir lebih dalam, benarkan kamu telah
sanggup membuka hati untuk orang baru? Benarkah kamu menyayanginya sebagai
kekasih?
Untuk menyakinkan hal itu, kamu bisa mengajak pergi orang
dari masa lalu dan si pendatang baru. lakukan hal-hal seru dengan orang lama di
hari pertama. Rasakan seberapa nyaman dan bahagianya dirimu. Lalu lakukan
hal-hal seru dengan orang baru di hari kedua. Rasakan pula seberapa nyaman dan
bahagianya dirimu. Bandingkan. Kamu akan tau apakah kamu memang mencintai si orang
baru ataukah ia hanya penggembira hatimu di kala orang lama tak lagi bisa
menemani.
Bukan sok keren dan sok pede, hanya saja, ‘jalan’ dengan
orang baru tapi menyimpan rasa untuk orang lama hanya akan menyakiti orang baru
tersebut. Tidak fair untuknya. Jika memang rasamu belum tumbuh, minta ia
menunggu atau mencari orang lain. Jangan pernah membuat seseorang hanya sebagai
penggembira. Kata Dian Sastro, “Itu Jahat.”
^.^ Let’s move on, gaes. Sulit bukan berarti tidak bisa bukan?
arghh
ReplyDeleteaku marah, aku resah
pada rasa yg tak kunjung usai
aku marah, aku resah
pada hati yg tak ingin beralih
mungkinkah untukku teriak?
meluapkan sesak yg menggelayut di dada.
tp apa yg kudapat? apakah rasa ini akan sirna?
#BaladaGakBisa(mau)MoveOn
genthonk
Hahaha. Cuma ada 2 pilihan, kalo dya baik untukmu, perjuangkan (asal dya juga mau berjuang untukmu), kalo dya gak cukup baik dan gak mau berjuang, move on adalah harga mati. Weittts
Deletetopik hangat hari ini #moveon
ReplyDeleteMasnya udah move on belum? Dicoba yg poin 4 yukk.
Delete#dilempariphonese
*dgsenanghatikutangkap
Sudah dong
ReplyDeleteKyaaaa..
DeleteOke2.. Apa kiat sukses untuk bisa move on, Pak?
Kenangan jangan dihentikan. Setahuku, semakin dicoba menghentikan, semakin kuat dia mengakar. Jadi berdamai saja. Kalau perlu, kenangan itu ditulis, dibuat cerita. Syukur2 jadi postingan blog, atau malah ada penerbit yang tertarik dan dijadikan novel, he he he
ReplyDeleteBanyak cara menuju move on